Page #: 5/5 |
@arip25 | 7 May 11 | |
**
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
Ketidak tahuan nalar bahwa sesungguhnya ada 'hal' penentu ini mungkin adalah kulminasi akal, titik tertinggi yang mungkin bisa tercapai. Kiranya ada dua hal pokok yang bisa tertempuh; bahwa nalar serta merta bersujud dengan pengakuan mantab atau meminang rasa sombong lalu memakainya sebagai hiasan diri.
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
Keduanya seolah memberi estetika yang sama. Estetika kepasrahan yang teguh dan juga hal sebaliknya estetika kemewahan diri yang megah. Kiranya mungkin topik ini akan bercerita tentang keduanya, sehingga kita mungkin akan melihat dengan nalar kita.
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
Ketika nalar mulai menempatkan dunia kecilnya, raga sebagai yang bersujud dengan kepasrahan yang teguh, meletakkan hati pada kenyataan tentang ketidak berdayaan agaknya apa yang kira-kira hilang atau malah bertambah?
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
Sedang di sisi yang bersebrangan, ketika nalar menempatkan pakaian sombong pada raga. Melambungkan hati pada kemegahan pencapaian tertinggi kiranya apa yang akan bertambah atau berkurang?
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
Ada kalanya seseorang akan mengenang keindahan ketika bertemu satu keadaan tentang kepasrahan yang teguh. Demikian juga sebaliknya. Karena mungkin estetika adalah rahmat. Yang menurut tafsir Jalalain rahmat adalah anugerah yang membuat orang yang menerimanya menjadi baik.
|
||
@mimu | 9 May 12 | |
|
||
@mimu | 29 June 13 | |
Bismillah..
|
||
@mimu | 6 October 18 | |
Estetika ki akhir-akhir iki lagi lagi trend lagi kayae, meski dengan makna yang agak sedikit berbeda
|
||