
![]() |
@battosai | |
Syaikh Abu Nashr as-Sarraj -rahimahullah- berkata: Maqam wara' adalah kedudukan spiritual yang mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: ''Tiang penyanggah agamamu adalah wara'.'' (HR. Bazzar, ath-Thabrani, dan as-Suyuthi dari Hudzaifah). |
||
21
Replies
3795
Views
0 Bookmarks
|
Page #: 1/2 |
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
tara itu, orang-orang yang wara' ada tiga tingkatan: Pertama, orang yang menjauhkan diri (wara') dari sesuatu yang syubhat, dimana hukumnya masih belum jelas antara yang benar-benar halal dengan yang benar-benar haram. Ia juga berusaha menjauhkan diri dari sesuatu yang tak bisa diharamkan atau dihalalkan secara mutlak. Untuk menyikapi di antara dua hal ini, maka ia mengambil langkah untuk menjaga diri (wara') dari keduanya. Ini sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Ibnu Sirin, ''Tak ada sesuatu yang lebih ringan bagiku daripada wara'. Sebab tatkala ada sesuatu yang meragukan, maka aku tinggalkan.''
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Kedua, orang yang menjauhkan diri dari sesuatu yang menjadi keraguan hatinya dan ganjalan di dadanya ketika mengonsumsi atau mendapatkannya. Ini tentu tak bisa diketahui kecuali oleh mereka yang hatinya bersih dan orang-orang yang sanggup mengaktualisasikan kebenaran secara hakiki. Sabda Rasulullah saw.: ''Dosa adalah apa yang membekas (dan menjadi ganjalan) di dadamu.'' (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dari Nuwas bin Sam'an).
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Abu Said al-Kharraz -rah- berkata: ''Wara' adalah tindakan membersihkan diri dari perbuatan zalim terhadap makhluk sekalipun sebesar atom. Sehingga tak ada seorangpun di antara mereka menuntut dari suatu tindakan zalim atau tuduhan yang dialamatkan pada dirimu.'' Dikisahkan dari Abu Abdillah al-Harits bin Asad al-Muhasibi bahwa tangannya tak pernah menjamah makanan yang syubhat.
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Sebagaimana dikisahkan dari Bisyr al-Hafi -rah-, bahwa ia pernah diajak ke suatu undangan. Kemudian di depannya dihidangkan suatu makanan. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengambil makanan yang ada di depannya, namun tangannya tak juga sampai. Kemudian ia berusaha lagi sekuat tenaga, ia paksa sampai tiga kali, namun tak sampai juga. Maka seseorang yang mengenalnya berkata, ''Sesungguhnya tangannya tak pernah menyentuh makanan haram atau yang didalamnya ada syubhat. Semestinya tuan rumah tak perlu mengundang orang ini ke rumahnya.''
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Sahl bin Abdullah pernah ditanya tentang sesuatu yang halal, lalu ia menjawab: ''Sesuatu yang halal ialah sesuatu yang di dalamnya tidak ada tindakan maksiat kepada Allah.'' Syaikh Abu Nashr as-Sarraj -rah- berkata: Sesuatu yang di dalamnya tidak ada tindakan maksiat kepada Allah, tidak bisa disiapkan untuk seseorang sehingga bisa memahaminya kecuali dengan isyarat hati.
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Apabila ada orang bertanya, ''Apakah Anda punya dalil atau argumentasi ilmiah yang berkaitan dengan ini?'' Maka Anda bisa menjawabnya, ''Ya, yaitu sabda Rasulullah saw. kepada Wabishah: 'Mintalah fatwa pada hatimu, meskipun banyak orang memberi fatwa kepadamu.' (HR. Ahmad, Bukhari, ad-Darimi, dan ath-Thabrani). Kemudian sabda beliau: 'Dosa adalah apa yang membekas (dan menjadi ganjalan) di dadamu.' Tidakkah Anda melihat bahwa Nabi mengembalikan semua itu pada isyarat hati nurani?''
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Ketiga, orang-orang arif dan sanggup menghayati dengan hati nuraninya. Mereka menjaga diri meskipun dari yang halal, jika itu akan menyibukkan hati dan membuatnya lalai dari mengingat Allah. Ini sebagaimana yang dikatakan Abu Sulaiman ad-Darani, ''Segala sesuatu yang menjadikanmu lalai dengan Allah, maka itu merupakan bencana bagimu.'' Sebagaimana jawaban Sahl bin Abdullah saat ditanya tentang halal yang murni, ''Sesuatu yang halal adalah sesuatu yang tidak untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan halal yang murni adalah sesuatu yang di dalamnya Allah tidak dilupakan.''
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
tara wara' terhadap sesuatu yang tidak akan melupakan Allah adalah wara' yang ditanyakan kepada Abu Bakar Dulaf bin Jahdar asy-Syibli -rah- ''Wahai Abu Bakar, apakah wara' itu?'' Ia menjawab, ''Engkau bisa menjaga diri (wara') dengan cara hatimu tak terpencar untuk mengingat Allah meskipun hanya sekejap mata.''
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Dengan demikian, maka tingkatan wara' yang pertama adalah tingkatan wara' kaum awam (pemula), yang kedua adalah wara' kaum khusus (khawas), dan yang ketiga adalah wara' kaum yang lebih khusus dari mereka yang khusus (khawasul khawas). Sedangkan wara' mengharuskan berperilaku zuhud.
|
||
![]() |
@battosai | 27 May 08 |
Demikian ringkasan tentang wara' dari kitab Al-Luma'. Bahasan tentang wara' sesungguhnya masih sangat luas dan panjang.
|
||
![]() |
@kocloq | 9 July 08 |
Pengertian pkk dr wara' adlh terjauhny m ia dr sesuatu yg dpt memalingknya dr ingatan kpd Allah. Oki, permasalhan halal dn haramny sesuatu yg akn dipergnkn prl mendpt perhatian serius dr seseorg yg ingin mendktkan diriny kpd Allah SWT.
|
||
![]() |
@isma1l | 9 July 08 |
ulasan kitab yg cantik bang battosai...heuheuheu -menyimak mode-
|
||
![]() |
@kocloq | 9 July 08 |
Berdsrkn pandangan thdp yg halal, Imam Ghazali membagi tingkatn wara' mjd 4 tingktn: Pertama, Wara' al-uduul yaitu menjauhkn diri dr sgl yg diharamkn olh pr penguasa dn masyrkt umum atas dasar ktentuan Allah SWT.
|
||
![]() |
@kocloq | 9 July 08 |
Kedua, Wara' As-shoolihin yaitu menjauhkan diri dari yg subhat.
|
||
![]() |
@kocloq | 9 July 08 |
Mnrt Imam Ghazali, tingkt pertama wajib dmiliki olh stiap muslim, sebab kl tdk mk otomatis org akan hanyut dlm maksiat dn kejahatan.
|
||
![]() |
@kocloq | 9 July 08 |
Wara' tingkt kedua pd pkkny adl menjauhi sesuatu yg mubah krn diragukan ato dikhawatirkn akan halalny. Hal ini sesuai dgn sabda Nabi SAW yg artinya: Tinggalkanlah apa yg engkau ragukn pd apa yg tdk engkau ragukn. (HR. Tirmidzi, Nasai, Hakim). Krn i2 Ibnu Sirrin slh seorg periwayt dn ahli hadits tdk mau menggunakn uangny sebesar 4000 dirham yg dimilikiny, meskpun ulama fiqih dispakati kehalalany, krn ia merasa ragu thdpnya.
|
||
![]() |
@kocloq | 10 July 08 |
Ketiga, Wara' Al-muttaqiin yaitu menahan diri dr yg halal tetapi dikhawatirkn membawa pd yg haram. Wara' tingkat ini diperjelas olh perkataan Umar bin Khatab RA: Kami menjauhi enam persepuluh dr yg halal krn takut jatuh kpd yg haram.
|
||
![]() |
@kocloq | 10 July 08 |
Dn keempat, Wara' As-shiddiqiin yaitu menahan diri dr yg halal, yg dpt membw kelalaian hati dr mengingat Allah SWT. Adapun tingkt ke4 ini adlh wara'ny org2 yg tlh mengkhusurkn diri mrk di jln Allah dn menjauhkn diri dr hawa nafsu. Mrk menjauhkn diri dr apa yg diisyartkn olh firman Allah yg artny: Katakanlah, Allah (yg menurunknya), kemudian(sesdh km menyampekn Al Quran kpd mrk) biarknlah mrk bermain-main dl kesesatanya.(QS. 6:91)
|
||
![]() |
@bisa2aja | 10 July 08 |
menyimak. .
|
||
![]() |
@bisa2aja | 10 July 08 |
kocloq : Di dlm tasawuf wara' mrpkn slh satu maqam dlm mendekatkn diri kpd Allah SWT. Olh sebb i2 seseorg yg ingn mendekatkn diri kpd Allah stlh bertobat hrs bersikap wara'. Stlh i2 hrs menemph maqam2 lainy yg lbh tinggi hingga merasa btul2 dekat dgn Allah SWT. |
||


